Serangan Houti dan Dampaknya terhadap Ekonomi dan Pasar Modal
Seperti yang sudah diketahui bahwa situasi perang antara Israel bersama dengan Hamas semakin memanas. Hal tersebut terbukti bahwa permasalahan tersebut menjadi sebuah topik yang cukup hangat oleh kalangan masyarakat di seluruh dunia. Belum lagi, ada sejumlah aliansi yang dinilai juga berupaya untuk mendukung Hamas sebagai aliansi utama untuk menyerang Israel.Nama kelompok tersebut adalah kelompok Houti. Kelompok Houti merupakan sebuah aliansi perang yang berdomisili di Yaman, dimana mereka menjadi salah satu kelompok yang mendukung penyerangan Israel oleh kelompok Hamas. Penyerangan dilakukan dengan sejumlah aktivitas yang dinilai mampu memberikan dampak sekaligus pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan ekonomi dunia. Salah satunya adalah dengan menghadang kapal dagang internasional yang bekerjasama atau terafiliasi dengan Israel ketika melewati laut merah. Situasi ini tentu memicu gangguan aktivitas perdagangan internasional secara keseluruhan.
Situasi ini semakin memanas, ketika beberapa negara dengan kekuatan ekonomi terbesar seperti AS dan Inggris, bersepakat untuk menyerang Hamas bersama dengan kelompok Houti. Situasi tersebut menjadi salah satu perbincangan media internasional dengan memicu reaksi dari berbagai macam masyarakat seluruh dunia, karena dianggap memberikan dampak negatif terhadap banyak aspek, salah satunya adalah dalam aspek ekonomi.
Perlu diketahui bahwa, hampir 15% dari perdagangan global di seluruh dunia selalu melewati laut merah, yang menjadi pintu masuk menuju Terusan Suez, dengan rute pelayaran terpendek antara Eropa dan Asia dengan nilai perdagangan lebih dari 1 triliun US dollar setiap tahunnya. Situasi perang tersebut membuat sejumlah perusahaan pelayaran raksasa memutuskan untuk mencari jalur alternatif yang tentunya memakan biaya lebih besar. Hal tersebut mendorong tarif angkutan laut menjadi lebih tinggi, hingga adanya pemicu terjadinya inflasi akibat dari terganggunya proses distribusi barang dan logistik.
Ditambah lagi dengan situasi ekonomi sebelumnya yang juga tidak kalah buruknya, mulai dari melambatnya pertumbuhan PDB di negara-negara besar Eropa pada tahun 2023 lalu, seperti Prancis dengan pertumbuhan sebesar 0,1% pada kuartaL 3, PDB Irlandia yang turun sebesar 1,8%. Tidak hanya negara Eropa, negara besar seperti China juga dihadang dengan adanya penurunan indeks harga konsumen sebesar 0,3% dari tahun sebelumnya yang menunjukan adanya penurunan daya beli masyarakat. Ditambah dengan kenaikan suku bunga FED hingga 6% menjadi salah satu faktor kuat yang membuat perekonomian pada tahun 2024 semakin tidak menentu.
Selain ekonomi, aktivitas tersebut juga memberikan dampak buruk bagi sektor pasar modal. Pertama dari saham migas dan tambang di Indonesia yang serentak mengalami penurunan. Dari sektor migas, dimana harga minyak mentah terpantau mengalami kenaikan, dimana Brent berjangka melonjak 2% menjadi US 79 per barel dan minyak mentah WTI AS naik 2,1% menjadi US 73,55. Saham Unilever yang disinyalir Pro Israel juga menjadi salah satu saham consumer goods yang berpotensi akan terkena dampak yang sangat signifikan, salah satunya adalah penurunan harga saham sebesar 1,82% pada Jumat (19/1) bersama dengan nilai ekspor. Pada semester 1 tahun 2023 lalu, nilai ekspor Unilever sudah turun signifikan sebesar 23,1% menjadi 664,9 miliar. Selain itu, situasi yang tidak pasti ini membuat para investor di seluruh dunia menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan investasi, sehingga hal tersebut yang menyebabkan bursa efek di sejumlah negara mengalami penurunan.
Tidak ada kepastian terkait kapan situasi ini mulai terkendali. Justru sebaliknya, pihak AS dan Inggris turut campur tangan untuk menyerang aliansi tersebut. Berdasarkan beberapa sumber disebutkan, bahwa aliansi Houti tidak akan pernah berhenti untuk menyerang sampai Israel menghentikan serangan kepada Palestina. Situasi tersebut berpotensi membuat perekonomian global semakin runyam.